Pisang Goreng Kalimantan, Dari Kalimantan Hingga Ke Aceh


Jalanan sore itu terlihat ramai. Sepeda motor maupun kendaraan beroda empat bergantian melewati jalan di simpang Mesra, Banda Aceh. Kebanyakan yang terlihat ialah para mahasiswa yang pulang dari kampusnya masing-masing. Jajanan pun ikut meramaikan pinggiran jalan di simpang bertugu seperti ujung ballpoint tersebut.

Namun dari sekian jajanan yang ada disana, satu yang membuat saya tertarik. Dari arah Lamnyong menuju ke arah Prada, saat menikung ke kiri ketika di simpang Mesra, langsung terlihat sebuah tenda berukuran 2x2 meter berwarna merah, kuning dan biru. Dibawah tenda tersebut tertulis nama jajanan yang mereka jual, Pisang Goreng Kalimantan.

Dari kejauhan terlihat orang-orang memadati tenda tersebut. Mulai dari  pelajar, mahasiswa, hingga orang tua antri disana hanya untuk mendapatkan pisang goreng yang terkenal di Kalimantan tersebut.
Dengan memarkirkan kendaraan Mio J yang selalu saya tunggangi di dekat jajanan itu, saya mencoba menemui salah satu penjualnya. Saya memilih untuk menemui seorang berbaju kemeja berwarna biru yang mulai memudar yang sedang membelah-belah pisang Kepok hingga seperti jari untuk di goreng nantinya dengan bumbu-bumbu pilihan.

Sambil duduk di kursi plastik berwarna hijau tersebut, ia terus membelah pisang yang telah dikeluarkan dari kulitnya itu kemudian disusun ke dalam keranjang dengan rapi. Kulit tangannya terlihat tebal dipenuhi dengan getah-getah pisang yang telah matang tersebut.

Untuk berjaga-jaga agar tak terluka, sebelum ia memulai pekerjaannya itu, ia membungkus beberapa jari kirinya dengan plaster yang telah ia sediakan dan diletakkan di atas meja di depannya.
Pria berwajah bulat, berkulit sawo matang, serta rambut cepak dengan menggunakan kalung besi di lehernya itu bernama Sofyan. Ia mengaku sebagai orang yang memperkenalkan Pisang Goreng Kalimantan di Aceh.

Ia memulai usahanya pada awal tahun 2010 dimana saat itu dia baru saja kembali dari Kalimantan, tepatnya di kabupaten Singkawang, Kalimantan Barat. “Saya lihat di Aceh punya prospek yang baik untuk membuka usaha seperti ini (Pisang Kalimantan), jadi ya saya coba saja,” kata pria kelahiran 10 Oktober 1980 ini.

Ia mendapat resep rahasia pisang goreng Kalimantan dari orang asli di Kalimantan saat ia sedang bekerja sebagai Healt Safety Empiro (HSE) di sebuah perusahaan pertambangan investor dari Singapura.

“Saya bosan terus bekerja di sana, selalu saja nantinya pergi ke hutan-hutan, jadi saya mulai berfikir untuk membuka usaha sendiri walaupun kecil,” kata pria yang suka bercanda ini.

Dengan bermodalkan uang Rp 7 juta, suami dari Riah Niki Peni ini mencoba usahanya tersebut di Banda Aceh yang notabene sebagai ibukota provinsi Aceh tersebut. Uang itu ia manfaatkan untuk membeli bahan serta peralatan masak untuk membuat pisang goreng.

Tak heran jika banyak orang yang membeli dagangan ayah dari Raihan Khadafi Rajnad (6) dan Satria Ijhon Djanbi (2) ini. Dengan hanya menggunakan tepung beras, telur ayam dan gula merah, pisang goreng Kalimantan mampu menyihir masyarakat Banda Aceh.

“Kita berbeda dengan pisang goreng lainnya karena kita membuat gorengan ini dengan mengatur suhu panas minyak,” ujarnya buka rahasia.
Tak heran, dagangan bapak yang akrab disapa Iyan ini banyak yang sukai oleh berbagai kalangan. Saat saya mencoba sepotong pisang goreng yang ia berikan untuk saya, langsung terasa gurih dan renyah. Ditambah lagi dengan rasa manis dari pisang Kepok pilihan yang ia pesan dari berbagai daerah di Aceh seperti Banda Aceh, Aceh Besar, Aceh Timur, Aceh Utara, Bireuen dan Sigli itu.

Untuk meyakinkan diri bahwa pisang buatan pak Sofyan benar-benar enak, saya mencoba bertanya kepada beberapa pelanggannya yang hendak membeli pisang goreng. Namun dari beberapa orang yang saya tanyakan, jawaban mereka begitu singkat tanpa banyak argument.

Salah satunya ialah Mela, salah seorang pelajar di salah satu SMA di kota Banda Aceh. Saat saya bertanya kenapa suka pisang pisang Kalimantan, ia hanya menjawab “Enak,”. “Ya enak aja,” kata wanita bertubuh agak gemuk dengan tinggi semampai itu saat saya menanyakan alasan ia menjawab enak. Dan jawaban demikian juga terlontar dari pelanggan yang lainnya.

“Kita kesulitan mencari pisang Kepok yang baik, banyak sekali pisang yang tidak bagus makanya saya memesan pisang-pisang ini dari berbagai daerah di Aceh untuk memberi kepuasan kepada pelanggan,” kata Sofyan sambil menggoyangkan kaki kanannya yang dipangku kaki kirinya.

Bukan hanya pisang yang dipilih untuk kepuasan para pembeli, Sofyan juga memilih bahan-bahan lain dengan bahan pilihan demi kualitas pisang goreng yang mulai dibuka dari pukul 13:00 WIB hingga pukul 19:00 WIB tersebut.

“Untuk satu hari saya membutuhkan satu papan telur, 30 kg tepung beras, 26 kg gula merah serta hingga 30 tandan pisang kapok,” jelasnya.

Untuk masalah pisang, pria humoris ini mengeluh lantaran kesulitan mendapatkan pisang dimana-mana. Ia juga prihatin terhadap para petani pisang lantaran kurangnya perhatian Dinas terkait.

Ia juga berharap agar pemerintah bisa lebih peduli dengan mereka karena itu menjadi mata pencaharian petani pisang kebanyakan. “Dinas seperti kurang peduli dengan mereka, yang mereka pikirkan hanya padi, padi dan padi,” ujarnya sambil kembali membelah-belah pisang yang sejenak telah ia tinggalkan.

Kini meski perawakan pria berkepala tiga ini tampak sederhana, selama hampir tiga tahun membuka usaha,  namun ia telah membuka beberapa cabang di Banda Aceh seperti di Lambhuk, Setui, Neusu, Ulee Lheue, Pocut Baren dengan pusatnya di simpang Mesra dan telah mempekerjakan 21 orang karyawan untuk membantu usahanya.

“Kita juga punya cabang di luar Banda Aceh yaitu di Meuredu, Pidie dan rencananya kita juga akan membuka cabang di Sigli dengan sistem Frainchese untuk memenuhi kebutuhan masyarakat Sigli dan sekitar,” terangnya.

Dengan tujuh cabang yang telah ia punya, ia mampu meraup omzet rata-rata Rp 11,5 juta setiap harinya. “Ini semua rezeki yang dititipkan Allah, saat diambil lagi ya saya harus rela. Dan semoga bisa bertahan sampai lama, itu dia kami semua,” harapnya.

Dengan usaha yang telah berkembang itu, Sofyan bangga karena cita-citanya dari dulu untuk membuka lapangan kerja untuk orang, tersampaikan sekarang. “Saya bangga,” jawabnya singkat
[Rayful Mudassir]

Comments

Populer