Komentator Penghancur dan Penumbuh Semangat

AKU tertawa habis habisan saat membaca dua komentar Afdal dan Wanda di postingan terakhir. Dua komentator ini punya keseharian yang berbeda bahkan jauh.


Afdhal terkenal dengan kelembutannya dalam hal apapun. Berbanding terbalik dengan wanda yang bocornya susah di tambal.

Tapi yang aku perhatikan adalah maksud mereka yaitu tulisan gilaku yang gak masuk akal, dan cenderung asal gak punya makna.

Jujur saja aku ingin menceritakan bagaimana kisahku saat mengalami kecelakaan dalam perjalanan pulang ke Lhokseumawe, salah satu kota besar di Aceh, tempat orang tuaku bermukim. Tapi aku inginnya membuat cerita itu lebih menarik dengan bumbu-bumbu yang aku kira akan membuat orang suka, tapi aku membuat kesalahan.

Dimulai saat aku membaca artikel tips menulis blog di internet yang bilang kalau nulis blog itu jangan tanggung - tanggung. Trus katanya lagi biar tulisan gak gampang ditinggal, jangan disimpan aja, tapi langsung posting, dan saat punya waktu lagi, dilanjutin sampe kelar.

Namun sial emang gak kemana, aku benar-benar ikuti apa yang ditulis sang blogger, tapi malah jadi petaka. Bukannya selesai tapi jadinya kentang, kepalang tanggung.

Karna gak selesai, hancur lah tulisan yang kubuat. Semua orang pasti mengira aku nulisnya gak nyambung. Padahal memang belum selesai. Ditambah lagi dengan judulnya yang kuanggap terlalu ekstrim sampe memaksa orang nge klik.

Pada akhirnya aku jadi malas menulis, karna kuanggap mengacaukan blog ku saja kalau terus-terusan menulis seperti itu. Bagaimanapun aku ingin tulisan lebih baik. Kalau kutanya ke orang-orang pasti mereka akan bilang, "Ya banyak membaca lah," jika kutanya bagaimana cara pintar menulis.

Hingga kini aku masih sangat malas untuk membaca, sudah lama budaya itu kulakukan. Budaya yang membuat masa depanku jadi kacau. Aku sadar, tapi tetap saja sulit melakukannya.

Tapi yang namanya hidup kan memang punya proses. Pernah temanku, Wantona bilang, kalau hasil tidak akan pernah menghianati proses. Ya, tidak akan mengkhianati proses.

Kupikir, menulis jadi salah satu hal untuk mengasah pisau, dan membaca adalah batu asahnya. Moga saja aku bisa giat lagi dalam menulis dan baca. Kuanggap mereka berdua komentator penghancur sekaligus pembangkit semangat. []

*Tulisan ini kuharap jadi batu pijakan untuk memulai kembali apa yang dulu aku niatkan. Lama-lama aku juga bosan trus berada dalam kondisi seperti ini. Salam.


Comments

Populer