Dengan Cinta Dan Memang Cinta



Dear : Umi terbaik di dunia, Azhari
Matahari hampir menuju sepenggalan, angin terus berhembus sepoy-sepoy ke arah yang tak menentu. Hanya dua-tiga sepeda-sepeda tua yang melintasi jalan raya di sebuah desa yang jauh dari hiruk pikuk perkotaan, Bakongan, Aceh Selatan. Hari itu, Selasa, Mei 1993. Persis pukul 11.45 WIB, Seorang anak lelaki terlahir di sebuah rumah tua yang berhimpitan dengan rumah lainnya di desa itu.

Jika umi membaca ini, abang yakin umi pasti akan tahu siapa anak lelaki itu. Ya  itu abang mi, Rayful Mudassir. Seorang anak mungil dan sehat yang berasal dari rahim umi. Mungkin abang bersyukur karena bisa lahir secara normal dan tanpa pergi ke rumah sakit. Tapi umi pasti nggak sama umi kan ?. Itulah hari yang paling menyakitkan mungkin. Umi melahirkan abang dengan teriakan terkeras sepanjang hidup umi, berjuang mati-matian demi mengeluarkan abang dari rahim umi ke dunia fana ini.
Umi maaf, mungkin itulah kata yang paling cocok untuk abang bilang ke umi, meski kini abang telah berkuliah, masih saja abang repotin umi dan juga ayah. Mungkin tak ada yang bisa umi banggakan dari abang. Namun setiap abang pulang ke kampung untuk berjumpa kembali dengan umi, umi selalu sambut abang dengan senyuman yang tiada tara, seakan beban abang yang menjadi ujung tombak keluarga nantinya hilang sudah.
Umi, abang ingat satu kata dari umi dulu, “iiih anak jelek umi ni,” haha, itu saat abang masih berada di kelas lima SD, masih ingat kan ? harus ingat pokoknya. Itulah salah satu dari jutaan kata dari mulut umi yang membuat abang bisa terus bertahan di ibukota Aceh ini untuk menuntut ilmu dan terkadang tersenyum sendiri, hehe.
Abang juga akan terus berjuang disini mi. Umi dan ayah menginginkan abang meraih gelar sarjana kan ?, tenang saja, kalau abang panjang umur, abang pasti akan mendapatkannya, karena kan umi sendiri yang bilang kalau umi selalu doain abang.
Abang kangen lah sama keluarga yang ada di Lhokseuumawe, khususnya umi `jelek`, hehe. Nanti kalau abang udah selesai final, abang pulang kok, sekalian doain abang dapat kerjaan yang baik ya umi.
Oya mi, abang mau curhat ni, tadi pas bangun pagi, tiba-tiba otak abang keingat Iwan Fals, bukan orangnya, tapi lagunya, hehe. Entah kenapa pas jalan ke kampus abang nyanyi lagu tu, eh malah nangis.
Ribuan kilo, jalan yang kau tempuh, lewati rintangan untuk aku anakmu. Ibu ku sayang, masih terus berjalan, walau tapak kaki penuh darah penuh nanah. Seperti udara, kasih yang engkau berikan, tak mampu tuk membalas, ibu.
Umi selalu jadi inspirasi abang dan penguat abang disini, kalo umi nggak ada, abang nggak tau gimana kehidupan abang disini.
Mungkin sebegitu rindunya abang sama umi. Abang juga rindu sama ciuman ibu kepada anaknya di pipi setiap abang pergi sekolah dulu. Kalau sekarang cuma dapat waktu abang di Lhok, mau balek ke Banda, huft.
Abang merindukan Umi,  abang sayang sama Umi, juga ayah dan adik-adik abang.

Salam dari anakmu di kota Banda Aceh
Rayful Mudassir                    

Comments