Kisah Bagus Dengan Dunia Gelapnya Bersama Narkoba



Siapa yang tak kenal narkoba, barang haram yang bisa membuat orang ‘tergila-gila’ karenanya itu kini tak hanya menyentuh orang-orang dewasa saja, melainkan anak tingkat sekolah dasar pun ada yang menggunakannya,  ya meski hanya sebatas rokok. Namun tanpa disadari itulah awal dari segalanya.


Untuk mendapatkan informasi terhadap para pengguna narkoba, saya pergi ke sebuah yayasan rehabilitasi yang berada di Banda Aceh, menangani masalah narkoba. Saya diizinkan untuk bertemu dengan dua orang pengguna narkoba, namun saya diberi beberapa syarat.

“Boleh wawancara asalkan nanti namanya disamarkan, tidak boleh difoto, dan jika mereka tidak mau menjawab maka jangan dipaksa,” kata Kak Ori, pengelola keuangan disana. Melalui dia dan Rahma saya bisa masuk ke panti rehab tersebut. Dan syarat itupun saya sanggupi.

Setelah menunggu beberapa saat di ruang tamu dengan meja besar berbentuk oval, salah seorang pria berambut pendek, berwajah kuning langsat, dengan memakai baju tanpa lengan, ia menemui saya sambil mengulurkan tangannya. langsung saya sambut tangannya. Kami bersalaman sambil memperkenalkan diri dan ia pun duduk berhadapan dengan saya.

Ketegangan mulai hadir di benak saya, yang terfikir adalah dia bukan orang yang suka basa basi. Setiap pertanyaan yang terlontar saya awali dengan maaf, karena takut dia akan marah terhadap saya.

Sebut saja pria itu bernama Bagus (23). Ia telah menggunakan narkoba sejak 12 tahun lalu saat kelas enam SD. Perjalanannya menggunakan narkoba dimulainya dengan mengkonsumsi rokok. “Dulu saya diajak sama teman-teman, yaudah saya ikut saja saat itu,” kata Bagus.

Perkenalan dengan rokok hanya berlangsung sebentar, setelah menggunakan rokok, ia kemudian langsung mengenal dengan ganja dari temannya. Dan dapat mengkonsumsi ganja secara cuma-cuma pun tak ia sia-siakan.

“Yang perkenalkan saya dengan narkoba adalah teman saya,” kata Bagus.

Ya, ganja adalah narkoba kedua yang dikonsumsi oleh Bagus, berawal dari ajakan temannya. Teman sepermainannya itu merupakan tetangganya sendiri. Dengan ayah temannya itu sebagai penjual narkoba, wajar saja Bagus diajak untuk menikmati ganja kering tanpa mengeluarkan uang sepeserpun.

Setelah meng-ia-kan ajakan temannya itu, untuk menikmatinya, mula-mula Bagus mengambil sedikit ganja kemudian ia masukkan ke dalam pipet yang telah ia belah badannya menjadi setengah terbuka. Ganja-ganja itu ia masukkan ke dalam pipet tersebut kemudian ia masukkan ke dalam rokok yang telah ia sediakan dengan mendorongnya dengan pipet lain.

Hal itu ia lakukan hampir setiap hari. “Awal make canggung, tebodoh-bodoh sendiri, bingung, tapi lama-lama tubuh mulai terima, setelah itu setiap hari gunain, udah kayak biasa,” sambungnya.

Bagus kecil ternyata tetap saja tak puas dengan ganja yang sudah konsumsi seriap hari, perasaan kehilangan beban pun dirasakannya saat menikmati daun mematikan itu. Hari-hari terus ia lewati dengan hisapan demi hisapan ganja yang diberikan temannya  melalui rokok yang ia punya. Namun itu tak bertahan lama.

Ia mulai menikmati minuman beralkohol sekedar untuk menghangatkan badannya saat kedinginan, padahal di usianya yang masih anak-anak itu, seharusnya ia bisa menikmati masa sekolahnya dengan baik, bercengkrama dengan anak seusianya yang lain, bermain bersama, dan apapun yang lumrah dilakukan oleh bocah ingusan lainnya.

“Saat itu malas-malasan pergi ke sekolah, paling kalau saya pergi, sekedar menikmati ganja saja bersama teman-teman,” ujarnya dengan tatapan mata yang serius tapi santai kepada saya.

Petualangan Bagus saat di bangku sekolah dalam menikmati ‘barang’ yang mampu merusak tubuh itu tak berhenti begitu saja. Saat menduduki bangku SMP, Bagus lebih nekat lagi dalam mencoba narkoba, ia mulai menjamah ke dunia sabu-sabu.

Sama seperti sebelumnya, petualangan sabu kali ini ialah ajakan dari teman-temannya juga. Semua yang Bagus lakukan bukan tak beralasan, ia punya banyak masalah di keluarganya. Orang tuanya merupakan keluarga yang broken home alias tidak harmonis. Ia mencoba mencari ketenangan agar tidak strees dengan itu, namun jalan yang ia tempuh bukan mengurangi masalah, malahan menambah masalah bagi dirinya dan orang tuanya sendiri.

Saat kelas 1 SMP,  orang tua Bagus mulai menaruh curiga kepada anak semata wayangnya itu. Peringatan demi peringatan pun terus dilontarkan oleh orang tuanya agar jangan menggunakan zat adiktif tersebut karena bisa berakibat fatal. 

Namun wanti-wanti dari orang tuanya tersebut tak digubrisnya, ia bahkan mulai sering menggunakan sabu-sabu. Akal sehatnya sudah hilang hingga akhirnya ia dituntut oleh tubuhnya untuk mencuri dari rumahnya sendiri demi mendapat sabu tersebut. “Kalo pake sabu itu fit terus, lapar nggak terasa, pengennya berktifitas terus,” ungkap Bagus.

Untuk memenuhi nafsunya mendapatkan sabu, Bagus harus merogok  kocek yang tidak sedikit,  untuk sekali pemakaian, ia harus mengeluarkan uang paling tidak Rp 250 ribu untuk beberapa kali hisap saja yang bisa membuat badannya terus segar hingga tida hari kedepan.

Dengan uang Rp 250 ribu itu, Bagus mendapatkan sabu seberat satu per empat J, dengan satu J sama dengan 1 gram sabu. Barang haram itu pun tak lama ia gunakan, hanya sekitar sepuluh kali hisapan saja.

Curi-mencuri pun jadi pekerjaan yang harus ia lakoni untuk mendapatkan barang kecil itu. Mulai dari uang orang tuanya, televisi hingga sepeda motor pun ia korbankan demi sebuah ketenangan yang merugikan itu.

Kelas dua SMP pun tak lama ia jambani. Bagus pun memutuskan untuk berhenti sekolah dan lebih memilih jalan menggunakan narkoba. Kewalahan ia mencari uang untuk mendapatkan sabu-sabu yang ia dambakan. Akhirnya ia bertemu dengan salah seorang pria yang bermain di penjualan sabu-sabu di pulau paling ujung Sumatera tempat ia tinggal itu.

“Di tengah kegalauan mencari uang, saya ditawari pekerjaan untuk membeli sabu ke daerah Aceh Utara dengan upah saya bebas menggunakan sabu tanpa perlu bayar,” kata dia.

Tawaran itu tak disia-siakan oleh bagus yang sudah menjajaki masa pubertas tersebut, ia melakukan itu semata-mata hanya untuk bisa mengkonsumsi sabu-sabu untuk menenangkan tubuhnya yang gundah saat tidak mengkonsumsi barang dengan harga selangit itu.

“Tugas saya hanya membeli dan membawa pulang ke sana,” lanjur Bagus.

Bagus pergi ke Utara Aceh hanya sendiri menggunakan angkutan umum. Ia tak sembarangan membeli barang tersebut, hanya membeli kepada orang-orang yang telah ia kenal saja karena tidak ingin ambil resiko.
Membeli sabu menjadi agenda mingguannya. Biasanya ia hanya ditugaskan membeli sabu dengan membawa uang Rp 20 jutaan, tergantung dari permintaan para pelanggan mereka. Dengan uang segitu, Bagus bisa mendapatkan sekitar lima sak sabu dengan masing-masing sak memiliki berat bersih 5 gram.

Agar bisa membawa pulang dengan aman. Bagus punya trik tersendiri, saat pulang ia telah mengatur tempat duduknya di kursi paling belakang, selalu. Saat angkutan umum tersebut mulai berjalan, lantas ia langsung mengeluarkan pisau dan memotong sedikit di bawah kursi yang ada di depannya, kemudian diletakkannya sabu tersebut.

“Tidak pernah ketauan,” katanya sambil tersenyum simpul. “Kalau nanti kedapatan saat razia, ya orang yang di depan saya lah yang ditangkap,” jelasnya. Ia menambahkan jika pada saat ada razia, saat diperiksa ia hanya berpura-pura mengantuk saja agar polisi tidak curiga terhadapnya.

Perbuaran itu ia lakukan selama kurang lebih sepuluh tahun. Meski begitu Bagus tetap saja pernah beberapa kali tertangkap di daerahnya. Namun ia biasanya tak ditahan begitu lama karena yang mengelola bisnis haram itu adalah oknum orang penting di kotanya tersebut.

Orang tua Bagus yang tak tahu lagi harus berbuat apa terhadap anaknya tersebut hampir habis akal untuk memperingati anaknya itu. Ia akhirnya dipindahkan oleh orang tuanya ke Jakarta pada pertengahan 2011.
“Saya disuruh kesana tidak berfikir untuk mencari pekerjaan, tapi saudara saya yang ada disana menawarkan sebuah pekerjaan yang langsung saya terima,”.

Namun meski sudah bekerja, Bagus masih saja ingin mengonsumsi narkoba. Kali ini bukan hanya sabu-sabu yang ia gunakan, melainkan Inex, sejenis dengan sabu-sabu yang efeknya membuat tubuh tampak selalu bugar. Hanya saja bedanya, pil ini digunakan harus menggunakan musik dan besifat merangsang.

Ditengah penggunaan pil inex tersebut, Bagus harus merelakan pekerjaannya yang baru diemban beberapa bulan belakangan.

Akibatnya, ia menjadi depresi lantaran jalan hidupnya sudah hancur, sekolahnya putus, keluarganya berantakan, tak tahu hendak kemana lagi. Penyesalan demi penyesalan pun mulai menjalar di seluruh ruang yang ada di kepalanya.

“Akhirnya saya baru sadar kalau saya telah melakukan banyak kesalahan terhadap semuanya. Hilang kepercayaan dari orang tua, putus sekolah, hingga di cap tidak bagus oleh orang,” kata bagus dengan nada rendah.

Untuk menemukan kembali masa depannya, Bagus memilih untuk menikmati kehidupannya di salah satu panti rehab di Banda Aceh, Rumoh Geutanyo. Panti rehab yang berlokasi di Seutui ini ialah suatu program perawatan bagi para korban pecandu narkotika dan obat-obatan yang dibuat oleh Yayasan Kita (YAKITA) dan bekerja sama dengan Caritas Germany.

Program ini bertujuan untuk membantu para pecandu yang berada di kota Banda Aceh dan sekitarnya untuk keluar dari pengaruh narkoba dan menjalani hidup baru di tengah-tengah keluarga dan masyarakat.

Di panti yang berpenghuni sekitar 15 orang ini juga punya beberapa tahapan program, seperti Detoksifikasi. Program ini yaitu pengeluaran racun yang berada di dalam tubuh secara alami. Sebelum memasuki masa pemulihan, para korban narkoba yang masuk ke Rumoh Geutanyo diwajibkan melewati fase ini terlebih dahulu.

Setelah melewati tahap pertama, maka mereka baru akan memasuki masa pemulihan dengan jangka waktu enam bulan. Setiap harinya mereka diberi materi tentang adiksi, psikologi, hubungan intra personal, kesadaran akan lingkungan sosia, terapi dan mencakup dinamika kelompok serta konseling. Selain itu korban narkoba itu juga di ajarkan untuk taat kepada agama, memotivasi diri dan perencanaan masa depan.     

Tempat itu ia pilih sebagai tempat ia bisa menjauhi narkoba. Dan itupun saran dari orang tuanya. “Saya tidak ingin lagi ke sana, sangat banyak kerugian yang saya dapat,” ujar Bagus.

Setelah hampir Sembilan bulan ia menjalani masa rehab disana, ia bisa bertemu dan mengenal dengan teman-teman yang lain yang memiliki masalah kurang lebih karena dirinya. Kini bagus bahkan sudah menjadi mentor di tingkat sebaya dalam program  peer.

“Saya ingin mengubah masa depan, ingin membanggakan orang tua, dan bisa jadi lebih baik,” kata Bagus.
“Janganlah dekati narkoba jika anda belum pernah menggunakannya, dan bagi yang sudah terjerumus kesana, sadarilah bahwa narkoba memiliki mudharat yang sangat banyak,” pesan Bagus di akhir pertemuan kami dengan harapan para remaja tidak seperti dirinya dan bisa merangkai masa depan baik dan tanpa narkoba. SAY NO TO DRUGS ! [Rayful Mudassir]
  
     

Comments

  1. This comment has been removed by the author.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Oke Akang.
      Visit kemari juga.
      Ngitung2x Inspirasi Ngedit Blog.
      www.im-tahu.blogspot.com

      Delete
    2. hahaha maksie, tapi msih perlu banyak blajar ni... heehe

      siiip... kalo tw gtu, pas d lhok tempo ari udh ane blajar sama ente huhu

      Delete
  2. luar biasa....,
    pengalaman adalah guru yg terbaik...

    ReplyDelete
  3. http://beritadomino2o6.blogspot.com/2017/05/ini-dampak-dan-akibat-sering-kebanyakan.html

    http://marimenujudomino206.blogspot.com/2017/05/amerika-serikat-tawarkan-rp260-miliar.html

    http://detik206.blogspot.com/2017/05/sejarah-kampung-melayu-sejak-batavia.html

    http://jutawandomino206.blogspot.com/2017/05/wah-gila-seorang-ayah-cabuli-anak.html


    DAFTARKAN SEGERA DIDOMINO206.COM JUDI ONLINE TEPERCAYA & AMAN 100% !

    SANGAT MUDAH MERAIH KEMENANGAN TUNGGU APALAGI AYO BURUAN DAFTARKAN:)

    UNTUK PIN BBM KAMI : 2BE3D683

    ReplyDelete

Post a Comment