Mandi Kembang Api Di Malam Tahun Baru
Sayup-sayup angin menghembus dengan membawa kedinginan yang menusuk
tubuh. Ditambah lagi dengan hujan yang terus membasahi bumi Banda Aceh sejak
matahari mulai tenggelam. Sepeda motor dan mobil pun terus berbaur meski hujan
terus mengguyur dengan derasnya, tak peduli basah, hanya untuk sekedar
mengitari Kotaradja.
Menjadi pemandangan yang lumrah dimana malam itu sepanjang jalan yang
berada dekat dengan Simpang Lima, berjejer para pedagang tahunan untuk momen
tahunan. Mulai dari terompet, jajanan
hingga petasan yang harganya tak sebanding dengan ketika dibakar.
Polisi lalu lintas pun ikut `meramaikan` agenda tahunan tersebut dengan
berjaga-jaga di persimpangan jalan ibu kota Aceh tersebut seperti, Simpang
Kodim, Simpang Jambotape dan Simpang Lima. Dengan memakai rompi hijau stabilo
dengan garis silver di bagian dadanya, peluit putih di mulutnya serta sebuah
tongkat yang menyala merah, mereka terus berusaha mengatur jalan raya.
Kumandang Isya mulai terdengar dari mesjid termegah se-Aceh,
Baiturrahman. Azan pun semakin membuat `rahmad` semakin gencar membasahi
jalanan. Hingga mereka yang berada di jalan terpaksa berhenti, dan sebagian ke
Mesjid Agung itu untuk menunaikan ibadah shalat Isya.
Ternyata alam mulai bersahabat sekitar 20 menit setelahnya. Perlahan
`air langit` yang tadinya lebat berubah menjadi gerimis hingga akhirnya
berhenti dan hanya menyisakan `becek` di sepanjang jalan. Orang-orang yang
tadinya menghindar dari hujan pun mulai bermunculan kembali untuk meramaikan
acara pergantian tahun baru yang akan berlangsung beberapa jam kemudian.
Malam terasa seakan semakin panjang. Café-café yang berada di sekitar
Simpang Lima pun mulai dipadati oleh orang-orang `atas`, yang kebanyakan
menggunakan mobil pribadi mereka yang diparkirkan di pinggir trotoar, untuk
sekedar munim sambil menunggu detik-detik pergantian tahun terjadi.
Terompet mulai ditiup oleh sebagian pengguna jalan maupun orang-orang
yang berada disana. Petasan pun ikut mewarnai langit yang sejatinya gelap dengan
cahaya api yang dipancarkan olehnya hingga memanjakan mata bagi yang
melihatnya.
Senyuman dan tawa lepas pun terlihat dimana-mana, siapapun, baik tua
maupun muda berbaur ditengah kesibukan di jalan raya. Penjual terompet terus
meniup salah satu terompet dagangannya agar ada yang mau membeli terompetnya.
Tukang parkir seakan berlomba-lomba mengajak pengendara untuk memarkirkan
kendaraannya di lahan yang sebenarnya adalah badan jalan.
Jam dinding di menara bundaran Simpang Lima menjunjukkan waktu hampir
pukul 10:00 malam. Polisi yang tadinya sedikit bersantai menangani jalan raya
agar tidak macet, mulai lebih sigap lantaran penutupan jalan yang dijanjikan
terjadi pada pukul 22:00 WIB. Ya,
seperti kota-kota besar lainnya yang ada di pulau Jawa seperti Jakarta, Bandung
dan Solo, Banda Aceh juga menerapkan Car Free Night di malam tahun baru masehi
yang berlokasi di pusat kota.
Malam bebas kendaraan itu dipusatkan di Simpang Lima. Tepat pukul 22:00
WIB, `pak` polisi mulai menutup jalan dengan menuliskan sebuah kalimat di
sebuah papan pengumuman yang kira-kira bertuliskan “Maaf, Jalan Ditutup, Jalan
Dialihkan”.
Dengan terpaksa para pengguna jalan yang ingin ke sana harus
memarkirkan kendaraan mereka di lokasi penutupan jalan atau malah berbalik arah
entah kemana.
Tak berlangsung lama, seputaran bundaran tampak tak ada lagi kendaraan
yang mondar-mandir, hanya tinggal kendaraan yang sudah diparkir sebelumnya
dengan manusia yang semakin lama semakin memadati lokasi bundaran.
Dua jam menunggu pergantian tahun berlangsung, 10 komunitas yang ada di
Aceh mencoba menghibur masyarakat yang berada di sekitar Simpang Lima dengan
karya yang mereka miliki, seperti perkusi dan lainya.
Dari sekian aksi, ada satu penampilan yang sangat jarang ditemukan
dimanapun, flashmob freeze. Aksi
mematung yang dilakukan oleh puluhan orang ini tepat di depan salah satu
penyedia makanan cepat saji, KFC. Selama tiga menit peserta flashmob freeze
seakan benar-benar membeku sambil memegang banner bertuliskan pesan untuk bumi.
Selain banner, mereka juga memegang kertas ataupun karton berkas dengan
tulisan-tulisan yang berisi pesan untuk bumi tersebut. “Kita prihatin dengan
bumi saat ini, kita harapkan semoga di tahun mendatang bumi bisa lebih dijaga
lagi,” kata Chik Rini, koordinator aksi. Selama tiga menit tersebut penonton
aksi tersebut tak tinggal diam. Mereka sibuk merekam momen langka itu baik
dengan camera maupun dengan smartphone mereka.
Tak terasa tinggal satu jam lagi tahun 2012 akan berakhir dan
meninggalkan dunia. Tugu bundaran Simpang Lima seakan menjadi magnet yang mampu
menarik semua orang, baik anak-anak, remaja, hingga dewasa mendekat dengannya.
Seakan tak sabar menahan diri untuk menyambut tahun baru, sebagian dari
`penikmat` malam tahun baru pun buru-buru memegang petasan dengan harga ratusan
ribu itu untuk segera dibakar dan diarahkan ke langit malam. Hal itu membuat
orang-orang menengadah ke atas melihat bunga api yang menjulang ke langit.
Terompet-terompet pun semakin gencar ditiup sehingga membuat jalanan
yang ditutup untuk kendaraann itu menjadi riuh. Namun kebisingan itu bukan
membuat orang-orang yang ada disana merasa risih, malahan mereka begitu
menikmati malam panjang itu dengan senyum dan tawa.
Tak terasa, semakin malam, orang-orang semakin ramai saja. Ribuan orang
terlihat berkumpul disana, bahkan tak sedikit orang yang mencoba mendekati
bundaran, namun gagal dan terpaksa menikmati malam tahun baru dibalik jembatan
Pante Pirak, tapi tetap saja tidak ada keluhan disana.
00:00 WIB, tahun 2012 akhirnya berubah menjadi 2013 yang disambut dengan
kegembiraan, teriakan yang amat kencang, senyuman yang begitu melebar, serta
tawa yang tak tertahan keluar semua saat itu. Semua kegembiraan itu juga
diikuti oleh petasan yang mewarnai langit Banda Aceh tadi malam, benar benar membuat siapa yang
melihatnya terpesona dan tak ingin melupakan keindahan mandi cahaya kembang api
malam itu.
Sekitar lima menit lamanya, mata masyarakat saat itu terus dihibur
dengan tarian api yang menari-nari diatas langit dengan begitu indahnya. Tak terbayangkan
sebelumnya bisa seperti itu. Semua orang saat itu pun tak lelah melihat langit
yang berwarna-warni itu sambil menengadah ke atas.
Semua berkumpul, tak ada perbedaan saat itu, Islam ataupun bukan tetap
sama-sama menikmati malam panjang tersebut dengan penuh suka cita dan
mengharapkan yang terbaik untuk tahun yang baru.
Comments
Post a Comment